Minggu, 23 Juni 2013

Isu Etika dalam Praktik Konseling

0

BAB I
Pendahuluan


A.    Latar Belakang Masalah
Kode etik profesi merupakan salah satu aspek standarisasi profesi BK sebagai kesepakatan profesional mengenai rujukan etika perilaku. Pekerjaan bimbingan dan konseling tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang berlaku. Atas dasar nilai yang dianut oleh pembimbing/konselor dan terbimbing/klien, maka kegiatan layanan bimbingan dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan-keputusan yang berlandaskan nilai-nilai. Para pembimbing/konselor seyogianya berfikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para pembimbing/konselor seharusnya memahami dasar-dasar kode etik bimbingan dan konseling.
Pekerjaan bimbingan dan konseling memerlukan adanya kode etik profesional agar layanan bimbingan dapat terlaksana secara pforesional. Kode etik profesional sebagai perangkat standar berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu. Dengan demikian kode etik bimbingan dan konseling dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi landasan bagi terlaksananya profesi bimbingan dan konseling.


B.     Rumusan Masalah
Untuk memfokuskan isi pembahasan dalam makalah ini, maka dibuatlah sebuah rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan etika dalam praktik konseling?
2.      Bagaimana mengetahui praktik etis dan tidak etis?
3.      Apa saja yang menjadi hak-hak klien?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.      Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Konseling
2.      Mengetahui etika dalam praktik konseling
3.      Mengetahui landasan dari paktek etis dalam praktik konseling

D.    Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengenal isu etika, menilai praktek etis dan tidak etis serta memamami hak-hak klien dalam praktik konseling.

BAB II
Pembahasan

A.    Pengertin Etika dan Kode Etik
Etika (dari bahasa Yunani - yang berarti "kebiasaan") adalah cabang dari aksiologi, salah satu dari empat cabang utama filsafat, yang mencoba untuk memahami hakikat moralitas, untuk membedakan yang benar dari yang salah Tradisi Barat Etika kadang-kadang disebut "filsafat moral" ". (WIKIPEDIA).
Etika merupakan kaidah-kaidah atau norma-norma yang diberlakukan dalam suatu organisasi atau asosiasi. Etika  merupakan kebutuhan bagi organisasi dan para anggota yang ada didalamnya. Anggota yang berada dalam organisasi tersebut akan leluasa melakukan kinerjanya karena dilindungi oleh kerangkan etik yang diberlakukan. Etika dapat dipengaruhi oleh budaya pada suatu lingkungan tertentu, serta dapat dipengaruhi oleh visi dan misi organisasi tersebut.
Kode etik merupakan seperangkat aturan atau kaidah – kaidah, nilai-nilai yang mengatur segala perilaku (tindakan dan perbuatan serta perkataan) suatu profesi atau organisasi bagi para anggotanya.


B.     Pentinggya Kode Etik
Etika merupakan pembuatan keputusan tentang moral manusia dan interaksinya dalam masyarakat. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosopis yang berkenaan dengan perilaku manusia dan pembuatan keputusan moral. Suatu profesi memerlukan kode etik untuk mengatur pola-pola tindakan para pemangku jabatan profesi itu. Kode etik profesional merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi tersebut. Kode etik profesional diperlukan dengan beberapa alasan antara lain:
1.      Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik ini akan memberikan kemungkinan profesi dapat mengatur dirinya sendiri dan melaksanakan fungsinya secara otomatis dalam kendali perundang-undangan yang berlaku.
2.      Untuk mengontrol terjadinya ketidak-sepahaman dan persengketaan dari para pelaksana. Dengan demikian kode etik dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal profesi.
3.      Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus malapraktek (praktek-praktek yang salah). Bila kegiatan praktek sesuai dengan garis-garis etika, maka perilaku praktek dapat dianggap memenuhi standar.
4.      Melindungi klien dari praktek-praktek yang menyimpang dari orang-orang yang secara profesional tidak berwenang.

C.    Landasan dari Praktik Etis
Ada kemungkinan seorang praktisi sadar dan beritikat baik dalam mengikuti kode etik profesinya masih bisa berlaku tidak etis secara “tidak sadar” dan telah melakukan pelanggaran. Sebagai kesimpulan umum dapat dikatakan bahwa praktik etis menguntungkan klien, sementara praktik tidak etis dilakukan demi keuntungan praktisi. Beberapa praktik jelas-jelas etis, dan yang lainnya tidak etis.

1.      Menilai Praktek Etis dan Tidak Etis
Pope, Tabachnick, dan Keith Spiegel (Corey, 2005:) mengutip hasil survey yang dilakukan oleh para peneliti tentang identifikasi terapis yang melalukan praktek baik, dan yang buruk. Para peneliti tersebut menemukan hasil bahwa sebagian besar (80%) dari responden menilai dari berbagai tindakan yang ada hubungannya dengan sex, aktifitas bisnis, kerahasiaan, dan memberi pelayanan yang melampaui kompetensi seorang sebagai sebagai praktik yang buruk.
Adapaun penjelasan si ngkatnya sebagai berikut :
a.       Sex
Pope, dkk (Corey 2005:) memaparkan ada 5 jenis praktik yang menyangkut isu seksual, yakni:
1.      Terapis (konselor) mengadakan kontak seksual dengan klien
2.      Melakukan kegiatan erotic dengan klien
3.      Melepas pakaian didepan klien
4.       Membiarkan klien melepaskan pakaiannya
5.      Berhubungan seks dengan orang yang dibawah pengawasan klinik.
Kelima hal tersebut diatas, sama sekali tidak dibenarkan dan sangat tidak etis karena akan mencenderai proses pelayanan konseling yang efiktif dan professional.
b.      Aktifitas bisnis
Terdapat tiga butir yang berkenaan dengan baktifitas bisnis, yakni ;
1.      Mereferal (mengalihtangankan) klien kepada pihak lain dengan imbalan uang
2.      Berbisns dengan klien
3.      Meminjam uang dari klien

c.       Isu kerahasiaan
Hak individu untuk memperoleh kerahasiaan selalu muncul dalam kontes/hubungan nilai-nilai dan hak orang lain. Pope, dkk (Corey 2005:), mengemukakan beberapa contoh berkenaan dengan isu kerahasiaan ini, yaitu tanpa sengaja membuka data rahasia dan membahas keadaan klien (dengan menyebutkan nama) kepada teman. Berikutnya ialah member terapi pada saat mabuk juga masuk dalam poit penting isu kerahasiaan ini.
Para professional selalu meyakini fakta bahwa kesucin (sancitity) lebih bearti daripada suatu janji. Sebagai contoh bahwa seorang konselor yang diharapkan untuk memegang rahasia dalam hal mana seorang klien baru saja meletakkan sebuah bom waktu disebuah auditorium yang penuh orang. Dalam hal ini Paul (Bigg & Blocher, 1986:136) mengatakan behwa ‘Dalam keadaan tertentu, seorang konselor atau terapis mempunyai suatu kewajiban untuk memperingatkan orang lain dari suatu ancaman yang dibuat klien.’
Sehubungan dengan pengelolaan kerahasiaan ini Bigg & Blocher (1986:137-144) mengemukakan tiga level kerahasiaan yang bisa diterapakan dalam situasi klinis, yakni :
1.      Tingkat pertama. Pada level ini dasar yang penting sekali adalah bahwa semua informasi mengenai individu, organisasi, yang menyangkut harga diri, rahasia pribadi dan lain-lain, di handle/ ditangani secara professional, jenis rahasia ini bukan hanya diterapkan pada klien yang ditandai, tapi juga para individu lain atau organisasi lain seperti teman, keluarga, sekolah, agen-agen keamanan dan lain-lain yang mungkin memberikan informasi, dijaga kerahasiannya sebagai bagian dari proses klinis. Para professional menyimpan informasi tersebut yang tidak akan pernah dibocorkan secara sembrono kepada siapapun.
Jenis kerahasiaan ini meliputi semua informasi tentang hubungan konseling, bahkan sekalipun klien sudah dialihtangankan (referral). Data interview klinis dipelihara, pembicaraan telephon, janji-janji dan sebagainya harus dijaga kerahasiaannya. Dan file-file  yang mudah diakses hanya bagi/oleh professional atau pegawai-pegawai yang dipercaya mampu menjaga kerahasiaan, dimana mereka dipilih dsn dilatih untuk itu dan secara rutin diawasi.
Tentu saja jenis kerahasiaan ini diterapkan oleh semua professional dalam setiap situasi. Hal ini merupakan suatu bentuk perhatian yang mendasar dan merupakan dasar dari semua hubungan professional.
2.      Tingkat kedua. Cirri yang menonjol dari tingkat kerahasiaan ini adalah bahwa informasi-informasi hanya akan dibocorkan untuk kebaikan klien. Dalam banyak situasi informasi tentang klien dipertukaran (shared) di antara para professional. Dibanyak waktu, pertukaran informaasi jug aterjadi dengan pasangan suami/istri, orang tua, guru dan orang lain yang bermakna bagi klien.
Konseling dengan anak-anak sering menghasilkan situasi-situasi dalam hal manapertukaran informasi dengan orang tua merupakan bagian informasi dengan orang tua merupakan bagian yang penting dari treatmen. Treatmen bagi orang dewasa untuk berbagai masalah seperti alkoholik, pengguna obat terlarang melibatkan anggota keluarga, yang jelas pertukaran informasi ini akan selalu dilakukan hanya demi kebaikan klien dan secara penuh diketahui oleh klien, dengan kata lain seizin klien. Namun dalam hal tertentu, konselor tetwp memegang teguh data klien walaupun klien sendiri yang memintannya, seperti data tentang hasil tes kepribadian, konselor tidak memberikannya kepada praktisi lain yang dianggap konselor tidak kualified untuk meginterprestasikannya. Dipihak lain, kadang-kadang kesulitan muncul dalam suatu insitusi atau perwakilan ketika kepala atau yang lainnya mencari informasi tentang klien yang mungkin terlibat dalam perlanggaran disiplin, akademik, atau kesulitan-kesulitan legal. Konselor secara etik dibatasi untuk melayani keinginan yang paling baik  dari klien dalam menghandal informasi. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan kebijakan-kebijakan etis dibatsi untuk menghandal informasi. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan kebijakan-kebijakan etis harus secara jelas difahami oleh seorang perwakilan, sekolah dan organisasi lain dalam situasi sulit.
3.      Tingkat ketiga. Dala tingkat ini kerahasiaan akan dibocorakn hanya dalam situasi yang erkstriam seperti membahayakan orang lain.

d.      Memberi pelayanan kompetensi
Corey menyebutkan bahwa ada 60% dari responden diminta member penilaian tentang praktik yang butuk mencakup hubungan ganda atau melanggar batas-batas semestinya yang ada dalam hubugan trapeutik. Beberapa contohnya yakni :
1.      Terlibat hubungan seks dengan mantan klien
2.      Memberi terapi kepada salah seorang teman anda
3.      Mengundang klien ke pesta atau pertemuan keakraban
4.      Secara langsung  mengusulkan seseorang untuk menjadi klien anda
Corey  menambahkan, bahwa perbedaaan antara praktik yang baik atau buruk kadang-kadang tidak jelas, sehingga sulit diberi penilaian, beberapa diantaranya yakni: meyudahi terapi setelah klien tidak bisa membayar lagi, mereka-rekadalam khayal seksual tentang seorang klien, tergiur oleh penampilan klien, hanya menerima klien pria atau wanita, dan menerima hadiah dari klien yang bernilai kurang dari $5.
2.      Hak Klien

Klien adalah orng yang bermasalah oleh karena itu sebagai konselor, ia harus menghargai klien. Berikut adalah hak klien dalam proses konseling menurut Corey (1995:80), yakni sebagai berikut:
1.      Hak untuk menyatakan persetujuan atas hal-hal yang telah diinformasikan sebelumnya. Yaitu hak untuk melindungi permasalahan klien sehingga mengembangkan prosedur untuk klien menentukan pilihan. Memberikan peluang pada klien untuk meyetujui hal yang perlu diinformasikan oleh konselor dapat berkerjasama dengan aktif sehingga hubungan dapat terjalin dengan baik.

2.      Factor yang mempengaruhi keinginan klien untuk masuk dalam kegiatan konseling
Konselor harus memberikan tahu klien tentang tujuan, sasaran, teknik, peraturan-peratran prosedur dan batas-batas yang bisa mempengaruhi hubungn pada saat atau sebelum saat hubungan konseling mulai diadakan. Berkut ini merupakan factor-faktor yang mempengaruhi keinginan klien masuk dalam kegiatan konseling, yakni:
1.      Rekaman wawancara atau penggunaan kaca tembus sebagai alat observasi
2.      Kebijakan yang diterapakan disekolah pada suatu wilayah yang dipacu demi kepentingan perlindungn hukum dan bukan siswa yang sedang mengalami krisis
3.      Keadaan terkondisi dapat dilakukan terapi?


3.      Hak-hak kelompok muda usia

Yaitu hak untuk mendapatkan prilaku perawatan dalam dunia usia muda. Kepastian prilaku hukum dan konseling dapat diutamakan dalam hal yang menyangkut kegiatan masa muda. Dalam hal ini konselor dapat mengikuti cara pendekatan yang dapat diterima oleh usia muda.
4.      Hak untuk mendapatkan rujukan
Yaitu apabila konselor sudah tidak mampu lagi membantu meyelesaikan permasalahan klien atau dengan kata lain dilakukan permasalahan klien atau dengan kata lain dilakukan referral kepada ahli lainnya. Akantetapi jika klien menolak rujukan yang telah disarankan oleh konselor, maka konselor tidak berkewajiban melanjutkan hubungan konseling ini.

BAB III
Penutup

A.    Kesimpulan
Etika dalam menjalankan suatu tugas profesi merupakan hal yang essensial karena menyangkut prestise dari profesi tersebut. Kode etik yang biasa terdapat pada suatu profesi termaksud profesi konselor. Kode etik ini dapat melindungi kinerja konselor agar tidak melenceng dari tugas yang seharusnya. Kode etik pula dapat membantu konseli untuk mendapatkan layanan yang efektif karena kinerja konselor diarahkan untuk memberikan layanan sesuai kode etik profesinya. Kode etik profesi konselor merupakan aturan atau pedoman atau pegangan atau tata cara pelayanan BK yang ditujukan untuk seorang yang ahli dalam profesi (konselor) dari suatu organisasi profesi atau lembaga atau pemerintah agar konselor mencapai standarisasi profesionalitas profesinya.

B.     Daftar Pustaka

Haries, Ronald. 2013. Psikologi Konseling. Depok: Penerbit Romeo Press


http://id.prmob.net/etika/asosiasi-australia-konseling/australia-32964.html diunduh pada tanggal 18 April 2013 pukul 8.48 WIB.

Layanan penempatan dan Penyaluran

0


A.  Pengertian Layanan Penempatan dan Penyaluran
Adalah laynan yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran didalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstrakulikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan penempatan dan penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
B.  Tujuan Umum
Diperolehnya tempat yang sesuai bagi individu untuk mengembangkan potensi dirinya.

C.  Tujuan Khusus
1.    Fungsi pemahaman
Terpahaminya kondisi individu dan lingkungan yang ada dan yang dikehendaki
2.    Fungsi pencegahan
Mencegah masalah jika potensi individu sesuai dengan lingkungan untuk pengembangan potensinya
3.    Fungsi pengentasan
Menyelesaikan masalah melalui upaya penempatan pada lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan individu
4.    Fungsi pengembangan dan pemeliharaan
Potensi individu menjadi terkembangkan dan terpeliharanya dari hal-hal yang menghambat dan merugikan
5.    Fungsi advokasi
Menghindari individu dari keteraniayaan diri dan hak-haknya.
D.  Komponen
1.    Konselor
Ahli pelayanan konseling yang peduli terhadap optimalisasi perkembangan individu demi kebahagiaan kehidupannya.
2.    Subyek layanan dan masalahnya
Subyek layanan adalah siapa saja memerlukan kondisi lingkungan yang dengan kebutuhan kehidupan dan perkembangannya.

E.  Pendekatan dan Teknik
Hal yang perlu dicermati oleh konselor:
1.    Potensi dan kondisi individu
·         Potensi intelegensi, bakat, minat dan kecenderungan
·         Kondisi psikofisik, seperti terlalu banyak bergerak, cepat lelah, lergi terhadap lingkungan
·         Kemampuan berkomunikasi dan kondisi hubungan social
·         Kemampuan panca indera
·         Kondisi fisik

2.    Kondisi Lingkungan
·         Kondisi fisik, kelengkapan serta tata letak dan susunannya
·         Kondisi udara dan cahaya
·         Kondisi hubungan sosio-emosional
·         Kondisi dinamis suasana kerja dan cara-cara tingkah laku
·         Kondisi statis seperti aturan-aturan.

Hal pokok yang dilakukan konselor dalam layanan PP:
1.    Mengkaji potensi dan kondisi diri individu
2.    Mengaji kondisi lingkungan
3.    Mengkaji kesesuaian individu dengan lingkungan
4.    Mengkaji prospek lingkungan lain
5.    Menempatkan individu pada lingkungan baru.
Bentuk penempatan dan penyaluran:
1.    Penempatan siswa dalam kelas
2.    Penempatan siswa dalam kelompok belajar
3.    Penempatan dalam kelompok kegiatan bakat dan minat khusus (ekstrakurikuler)
4.    Penempatan subyek pada posisi tertentu dlam organisasi kesiswaan dan organisasi lainnya
5.    Pemindahan subyek ke lembaga pendidikan yang lebih sesuai
6.    Pemindahan dan penggantian mata pelajara (mata kuliah), atau bidang studi
7.    Pemindahan anak ke asrama atau ruangan
8.    Pemindahan tempat tinggal

F.   Oprasionalisasi
a.    Perencanaan
Identifikasi kondisi yang menunjukkan adanya permasalahan pada subyek layanan, menetapakan subyek layanan, menentapkan prosedur, perangkat dan media layanan serta menyiapkan kelengkapan administrasi
b.    Pelaksanaan
Melakukan pengkajjian terhadap berbagai kondisi yang terkait dengan permasalahan subyek layanan sesuai dengan prosedur dan langkah-langkah yang telah ditetapkan lalu dilaksanakan penempatan
c.    Evaluasi
Menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen evaluasi, mengaplikasikan instrumen dan mengolah hasil evaluasi
d.    Analisis hasil evaluasi
Menetapkan norma/standar evaluasi, melakukan analisis dan menafsirkan hasil analisis
e.    Tindak lanjut
Mengidentifikasi maslaah yang perlu ditindaklanjuti, menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut pihak terkait dan melaksanakan rencana tindak lanjut
f.     Pelaporan
Menyusun laporan layanan PP, menyempaikan laporan kepada pihak terkait dan mendokumentasikan laporan

G.  Jenis-jenis Layanan Penempatan dan Penyaluran
Individu sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit individu yang bakat, kemampun minat dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik. Individu seperti itu tidak mencapai perkembangan yang optimal. Mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orng-orang dewasa, terutama konselor, dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.
Disekolah, banyak wadah dan kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bakat, kemampuan dan minat serta hobi, misalnya kegiatan keparamukaan, Palang Merah Remaja (PMR), kelompok pencinta alam, kegiatan kesenian, olahraga, kelompok-kelompok belajar, dan sebagainya. Demikian juga untuk pengembangan bakat dan minat yang lebih lanjut, sekolah penyediaan jurusan-jurusan dan program-program khusus pendidikan dan latihan.
1.    Penempatan dan penyaluran  Siswa di Sekolah
a.    Layanan Penempatan di dalam kelas
Layanan penempatan didalam kelas adalah jenis layanan yang paling sederhana dan mudah dibandingkan dengan layanan penempatan penyaluran lainnya. Namun demikian, penyelenggaraannya tidak boleh diabaikan Keuntungan yang diperoleh dengan penempatan masing-masing anak secara tepat diantaranya:
1.    Bagi siswa yang bersangkutan, yaitu memberikan penyesuaian dan pemeliharan terhadap kondisi individual siswa (fisik, mental, sosial)
2.    Bagi guru, khususnya dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas, dengan penempatan yang tepat menjadi lebih mudah menggerakkan dan mengembangkan semangat belajar siswa
Yang keduanya bermuara pada pemberian kemudahan bagi pengembangan anak secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan masing-masing.
Tempat duduk anak-anak dalam kelas tidak seharusnya menetap sepanjang tahun atau semester untuk mencapai manfaat maksimal dari layanan penempatan itu. Dalam kaitan itu, dan hal yang patut mendapat perhatian umum ialah:
·         Jangan sampai penempatan seorang murid pada suatu tempat merupakan hukuman yang diterapkan kepadanya,
·         Sedapat-dapatnya alas an penempatan masing-masing anak itu diketahiui dan disetujui oleh semua warga kelas.

Oleh Karena itu (guru atau wali kelas), dengan bantuan konselor, perlu menjelaskan kepada warga kelas kebijaksanaan yang ditempuh dalam penempatan siswa. Layanan penempatan akan lebih terbantu lagi, apabila formasi kelas sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan keperluan pengajaran atau kegiatan kelas padaumumnya.

Formasi “duduk melingkar” merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam pelayanan penempatan itu.

b.    Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kelompok Belajar
Tujuan pokok pembentukan kelompok belajar yaitu:
1.    Untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Tujuan ini biasanya diterapkan dalam proses belajar dan mengajar yang menggunakan sistem maju berkelanjutan. Dalam sistem ini setiap siswa mempunyai kesempatan untuk maju sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa harus mengganggu atau didesak oleh siswa lain. Keuntungan dari pengelompokan seperti ini yaitu guru konselor dapat menyesuaikan metode pengajaran dan pelayanan lainya dengan kemampuan dan cara belajar siswa.
2.    Untuk wadah belajar bersama. Cara pengelompokan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga didalam suatu kelompok belajar akan terdapat siswa-siswa yang kemampuannya pandai, sedang, dan kurang. Atau dapat juga dilakukan berdasarkan atas pilihan siswa. Pengelompoka n seperti ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa siswa dapat  belajar bersama, saling memberi  dan menerima, saling tukar pengetahuan dan keterampilan.

c.    Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kulikuler
Kegiatan ko/ekstra kulikuler merupakan bagian dari kurikulum. Sebagaiman dengan kegiatan-kegiatan lain, kegiatan ko/ekstra kulikuler pun dapat menjadi wadah belajar bagi siswa. Salah satu ciri yang menonjol dari kegiatan ko/ekstra kulikuler adalah keanekaragamannya. Penempatan ko/ekstra kulikuler yang tepat dapat membantu siswa-siswa itu memperoleh pemahaman yang diperlukannyauntuk dapat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan itu secara efektif.

d.    Penempatan dan Penyaluran ke Jurusan/Program Studi
Setiap awal tahun ajaran, banyak siswa SMA yang menghadapi masalah “jurusan/program apa yang sebaiknya saya ikuti?” Sebagian siswa dapat merencanakan atau menentukan sendiri jurusan/program studi apa yang akan diambilnya. Mereka menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Namun disamping itu, banyak juga siswa yang tidak dapat membuat rencananya secara realistis. Mereka membuat rencana hanya berdasarkan atas kemauan dan keinginan, tidak menyesuaikan dengan bakat dan kemepuan yang dimilikinya, atau bahkan ada siswa-siswa yang tidak mampu membuat rencana sama sekali. Terhadap siswa-siswa seperti itu, perlu diberikan bantuan agar mereka dapat membuat rencana-rencan adan mengambil keputusan secara bijaksana.
Usaha pemberian bantuan seperti yang dimaksud diatas diawali dengan menyajiakan informasi pendidikan dan jabatan yang cukup luas. Informasi itu, sebagaimana telah digambarkan terdahulu, hendaknya dapat mengarahkan siswa untuk memahami tujuan, isi (kurikulum), sifat, syarat-syarat memasuki program studi tertentu, cara dan keterampilan belajar, kesempatan0-kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, dan kesempatan-kesempatan kerja satelah tamat dari setiap jurusan/program studi. Selanjutnya, bagi siswa-siswa yang memerlukan dapat diadakan konsultasi pribadi atau konseling perseorangan.

2.    Penempatan dan Penyaluran Lulusan
Pada setiap akhir tahun ajaran ratusan ribu atau bahkan jutaan anak muda menamatkan studi dari jenjang pendidikan tertentu. Pada umumnya mereka mendambakan untuk dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Atau bagi yang memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan, mereka mendambakan untuk dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai.
Saat seperti itu merupakan saat yang kritis bagi kebanyakan para lulusan, baik tamatan pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Mereka berada dalam masa transisi dari satu tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan lainnya atau dari dunia pendidikan kedunia kerja. Dalam suasana ini, mereka dihinggapi oleh berbagai perasaan, seperti cemas, bingung, tidak menentu, dan sebagainya. Perasaan-perasaan seperti ini terutama sekali dialami oleh lulusan yang sebelumnya kurang mempersiapkan diri dengan baik.
Masalah lain yang dihadapi ialah banyak diantara para lulusan tadi yang setelah diterima pad lembaga pendidikan yang lebih tinggi, justru tidak dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan, mereka mengundurkan diri, atau pindah dari sekolah yang lain, atau terhambat kemajuan belajarnya disekolah yang sama. Begitu juga bagi yang diterima pada lapangan kerja tertentu, banyak diantara yang merasa tidak betah pada jabatan/pekerjaan itu, tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, dan sebagainya.  
a.    Penempatan dan penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan
Penempatan dan penyaluran siswa pada pendidikan lanjutan tidak dapat dilakukan secara acak, tetapi memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari bangku sekolah yang sedang didudukinya. Karena hal ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga akan menyangkut citra sekilah secara keseluruhan, maka sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam manyelenggarakan pelayanan penempatan dan penyaluran para siswanya setelah mereka tamat nantinya. Rencana yang baik adalah rencana yang disusun berdasarkan atas pertimbangan tentang kekuatan dan kelemahan siswa dari segi-segi yang amat menentukan keberhasilan studi pada program pendidikan lanjutan itu, terutama segi kemampuan dasar, bakat, dan minat, serta kemampuan keuangan. Oleh sebab itu sangat penting diungkpkan bakat, minat, kemampuan dan cirri-ciri kepribadian lainnya yang dimiliki siswa, serta keadaan social ekonomi orang tua/wali siswa. Bertitik tolak dari pemahaman yang mendalam itu, guru dan atau konselor membantu siswa membuat rencana penempatan dan penyalurannya kelembaga pendidikan yang sesuai. Adalah sangat mustahil untuk memberikan bantuan bagi penempatan dan penyeluran seorang siswa memasuki sekolah atau akademi perawat misalnya, sementara siswa itu sendiri tidak menyenangi mata pelajaran biologi. Atau juga tidak mungkin untuk mengarahkan penempatan dan penyaluran siswa ke bidang teknik mesn jika siswa itu sendiri tidak memiliki pemahaman mekanika yang memadai.
b.    Penempatan dan Penyaluran ke dalam Jabatan/Pekerjaan
Disamping penempatan dalam pendidikan, sekolah juga membantu para siswanya yang akan memasuki dunia kerja. Walaupun disekeliling siswa tersedia berbagai lapangan kerja, tetapi tidak semua lapangan kerja itu dapat dengan mudah atau mudah untuk dimasuki.
Layanan penempatan dan penyaluran boleh dikatakan sebagai bentuk khusus yang paling nyata dari berbagai fungsi pemeliharaan dan pengembanagn dalam segala pelayanan bimbingan dan konseling. Dengan layanan tersebut individu dipelihara kondisinya, sambil disana sii diperbaiki kondisi-kondisi yang kurang memungkinan. Pemeliharaan (dan perbaikan) kondisi itu tidak lain untul memungkinkan terjadinya proses perkembangan yang semakin cepat dan lancar sehingga tercapai keadaan optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalaninya.
Demi suksesnya layanna penempatan dan penyaluran itu, kerjasama antara konselor dan guru sangat menentukan. Guru merupakan kunci suksesnya layanan krena gurulah yang menguasai lapangan dimana para siswa setiap hari berada, dibanding peranan guru seperti itu, peranan konselor adalah sebagai arsitek yang memungkinkan dibangunnyalayanan penempatan dan penyaluran dengan warna tertentu. Antara arsitek dan pengelola lapangan harus terjadi kerjasama yang seerat-eratnya agar bangunan yang berupa upaya “penempatan dan penyaluran” individu dapat terwujud dengan kokoh dan nyaman.
Peranan orang tua atau wali siswa juga cukup penting, terutama dalam memberikan data pendukung tentang siswa. Apabial ketiga “guru-konselor-orang tua” kompak dan matang dalam menangani layanan penempatan dan penyaluran emi kebahagiaan anak, sangat dapat diharapakan perkembangan anak berada pada jalur yang tepat.




Sumber

Priyatno dam Amti, Erman, 2004, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta.
Haries Hamonangan Ronald, 2011, Konseling Filosofis, Jakarta: Percetakan Bima