Rabu, 30 Desember 2015

Beremosi

0

Silakan merasa. Apapun. Benci, suka, riang, sedih, kecewa, sakit hati, senang, bahagia, lega. Silakan. Itu semua fitrah. Itu semua emosi yang manusia punya. Kamu juga berhak bercerita. Pada ibumu, ayahmu, belahan jiwamu, atau sahabatmu. Itu menandakan, ia begitu berarti. Sampai kamu bisa mempersilakan mereka untuk singgah dan merasa apa yang kamu rasa.

Seperti malam ini, aku mengundang belahan jiwaku untuk sesaat bersama, duduk dalam hati ini. Hanya bercertia.

Hah, cangkir teh punyaku saja sampai tumpah karena ceritaku yang sungguh emosional. Maklum saja, aku sungguh jarang mengundang orang lain. Bahkan mengintip saja, tidak aku izinkan. Hanya aku.

Akhir ini aku merasa sesak. Seperti beton-beton pembangun jalan yang masuk ke dalam hati. Teringat tentang materi kuliah dulu. Materi Psikologi. Dan aku menyesal kurang begitu giat saat itu.

Bahwa setiap orang punya karakternya masing-masing. Keperibadiannya masing-masing. Ada yang peduli, ada yang cuek, ada yang pemalu, ada yang bersemangat, dan lainnya. Dan kita pasti punya salah satunya.

Tidak semua orang lain harus sesuai dengan apa yang kita mau. Untuk peduli, untuk memahami, saling membantu dan lainnya. Ada kebutuhan dan kepentingan yang berbeda bagi setiap orang. Untuk itu, ada yang disebut dengan kecerdasan interpersonal. Bagaimana kita memahami orang lain, berinteraksi dengan orang lain, bergaul dengan orang lain, dan lainnya. Ya, untuk ini, aku masih terus belajar. Menjadi pribadi yang sportif dan profesional serta jernih untuk siapapun.

Maka, jika kamu menemukan ada hal yang kurang berkenan dalam hatimu tentang kondisi atau seseorang, itu karena seiap orang berbeda. Ia punya cara sendiri untuk nafasnya. Yang kamu harus lakukan adalah, berusaha melakukan apapun yang terbaik sesuai dengan peranmu. Lakukan apapun yang Allah suka, bukan yang makhluk suka. Berbuatlah yang baik, karena kebaikan itu untukmu sendiri. Biarlah penilaian itu dibuat oleh-Nya. Karena Dia lebih objektif. Belajar, dan lakukan yang kami bisa lakukan.

Malam itu, ia duduk sambil menepuk nepuk tubuhku yang gemetar karena cerita. Ya, aku bisa bercerita sekarang. Semoga beton-beton itu segera keluar dalam hati, dan melanjutkan proyek pembangunan jalan rayanya.

Oh ya, satu lagi, kamu tau apa yang harus disyukuri dari orang yang sedih, kecewa atau bahkan marah? Iya. karena ia masih beremosi. Berarti masih ada kehidupan dalam jasadnya. Bukankah kehidupan itu lebih pantas disyukuri?